Minggu, 19 Mei 2013

Cinta Istri Kepada Suami

Ini adalah kisah temanku. Namanya adalah Marni. Dan Suaminya, Musa, adalah teman seprofesiku dalam bekerja. Jika Marni tidak menikah dengan Musa, maka kami tidak saling mengenal satu sama lain. Dan tentu aku juga tidak mengetahui tentang hidup mereka yang menurut ku sangat rumit.

Musa adalah seorang duda beranak lima. Dan Marni adalah janda yang memiliki anak lima pula. Mereka menikah dan memiliki satu anak. Jadi total anak mereka ada sebelas. Setelah Marni memiliki satu anak dari Musa, Marni sering bertandang ke rumah ku. Bahkan terkadang sepulang bekerja kami bertemu untuk sekedar mengobrol. Dia sering menceritakan tentang hidupnya dan masalah rumah tangganya kepadaku. Sebagai teman yang baik, aku berusaha menjadi pendengar yang baik pula. Dari ceritanya itu aku tahu banyak hal tentang dia, tentang suaminya dan orang-orang di sekitar mereka.

Dari penuturannya, terlihat sekali bahwa Marni sangat mencintai Musa. Dia berkorban apa saja demi kebahagiaan Musa. Dan dari Marni pula aku tahu jika Musa malah menyuruh Marni untuk memberi anak mereka kepada adik Musa yang tidak memiliki anak. Musa juga ternyata bercerai dengan mantan istrinya karena Musa berselingkuh dengan teman seprofesi kami dalam bekerja. Wanita itu bernama Aini. Dia sekarang telah pindah bekerja ke luar kota.

Marni juga menuturkan jika ia tidak diperbolehkan oleh Musa untuk menjenguk atau pun sekedar melihat keadaan anak-anak Marni dari suaminya yang pertama. Marni juga dilarang untuk melihat keadaan orang tua Marni yang kini tengah sakit-sakitan. Aku sungguh tidak menyangka. Musa yang terlihat begitu agamis tega berbuat seperti itu. Bagaimana mungkin ada seorang suami yang tega melarang istrinya bertemu dengan anak dan orangtuanya sendiri. Bagaimana pun tak ada yang namanya mantan anak atau pun mantan orangtua.

Kini Marni tengah hamil anak kedua. Dan seperti yang telah aku ceritakan sebelumnya, anak pertama mereka sekarang dirawat oleh adik Musa. Kehidupan rumah tangga mereka semakin rumit. Musa berselingkuh dengan seorang siswi SMA. Mereka sering bertemu di rumah teman dekat Musa. Tidak tahu apa yang mereka lakukan di sana. Hanya Tuhan dan merekalah yang mengetahuinya. Dan tak lama berselang Marni memergoki mereka sedang melakukan hubungan yang tidak sepantasnya mereka lakukan.

Marni meminta ku untuk menemui nya di suatu tempat. Di sana aku mendapatkan dia ingin mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun serangga. Aku datang tepat saat dia ingin menenggak racun tersebut. Tanpa buang-buang waktu aku langsung merebut racun itu dari tangannya dan segera membuangnya.

Marni, kenapa kau seperti ini? Aku tahu beban yang kau pikul begitu berat. Tapi apakah tidak ada jalan lain yang bisa kau lalui selain dengan bunuh diri? Aku berusaha menenangkan Marni. Dia begitu kacau. Hidupnya begitu hancur. Aku sungguh prihatin melihat keadaannya. Namun aku tak bisa masuk ke dalam pemasalahan rumah tangga mereka lebih jauh lagi. Karena aku tidak memiliki hak dan kuasa untuk ikut campur dalam urusan mereka. Namun aku memiliki kewajiban untuk memberikan semangat dan membuat Marni bangkit dari keterpurukan.

Aku berusaha menasihati Marni. Namun apa yang harus aku lakukan untukmu Marni? Bahkan menikah saja aku belum. Tapi satu hal, aku berusaha ada, dikala kau membutuhkan tempat untuk mengadu.

Musa meminta maaf pada Marni dan dia berjanji tidak akan mengulanginya kembali. Kini, kandungan Marni sudah hampir memasuki bulan kesembilan. Dan ternyata Musa tidak dapat menepati janjinya. Malah kali ini semakin parah saja. Dia selingkuh bukan hanya dengan satu orang tapi tiga orang sekaligus. Aku sungguh kecewa dengan Musa. Kali ini Marni tidak seperti kemarin. Dia sangat tabah menjalani semuanya.

Ini adalah hari Sabtu. Aku libur bekerja dan meluangkan sedikit waktu untuk hang out bersama seorang teman. Aku terkejut begitu melihat Musa sedang bergandengan dengan seorang wanita yang tidak aku kenal. Begitu mesra dan tanpa rasa canggung. Tiba-tiba aku menerima panggilan telepon dari Marni. Dia meminta ku untuk datang ke rumahnya sebab ia seperti akan segera melahirkan. Dia berkata jika Musa ternyata sedang pergi entah ke mana, padahal aku tahu bahwa musa sedang asyik-asyikan bergandengan dengan selingkuhannya. Aku segera pamit kepada temanku dan tanpa membuang waktu lagi aku segera kesana.

Aku begitu iba melihat keadaan Marni pada saat aku sampai disana. Dia terlihat begitu pucat dan kesakitan. Aku tidak mau mengambil resiko. Segera ku bawa dia menuju rumah sakit dengan meminta bantuan warga sekitar. Di perjalanan menuju rumah sakit dia berkata kepadaku agar aku menyampaikan kepada suaminya jika dia meminta maaf yang sebesar-besarnya karena tidak bisa menjadi istri yang baik untuknya. Dan Marni juga meminta kepadaku untuk menyampaikan pada suaminya jika dia sangat mencintai Musa. sehingga aku diminta untuk tidak memberi tahu kepada Musa tentang keadaannya sebab ia tidak mau musa menjadi terganggu karena ia.

Marni tengah berada di dalam ruang persalinan. Aku begitu takut. Aku berusaha menghubungi Musa. Namun ponselnya tidak aktif. Setengah jam kemudian seorang dokter keluar dari ruang persalinan dengan wajah yang muram. Aku sangat takut. Aku ingin segera pergi dan berlari. Aku tidak siap mendengar kabar yang akan disampaikan oleh sang Dokter. Dan aku sedikit menjauh. Sang dokter mendatangi warga yang ikut bersama kami. Aku tidak begitu mendengar apa yang dokter itu sampaikan. Tapi seorang wanita tua diantara mereka menangis tersedu-sedu. Dan wanita lain diantara mereka berusaha menenangkan nya. Aku tahu apa arti dari tangisan tersebut. Dan semua terasa gelap. Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi.

Begitu tersadar, aku langsung bertanya kepada seorang wanita yang menunggui ku ketika aku tidak sadarkan diri. Dia berkata bahwa Marni kini telah berpulang kepangkuan Allah dengan membawa serta anaknya. Marni mengalami pendarahan yang begitu hebat. Aku menangis tersedu-sedu. Kami segera menyusul ke rumah Marni sebab jenazah mereka telah dibawa pulang.

Di sana aku berusaha setegar mungkin. Hingga jenazah mereka disemayamkan aku masih belum melihat Musa pulang samasekali.

Kini jenazah Marni dan anaknya telah di semayamkan. Warga berpulangan ke rumah mereka masing-masing. Aku masih berada di pusara Marni begitu tiba-tiba Musa datang ke pemakaman. Aku melihat air mata musa tak terbendung. Dan begitu ia tiba di pusara istrinya, tangis nya pun semakin menjadi-jadi. Dia meraung-raung di samping pusara sang istri. Dia bertanya kepadaku apa yang terjadi kepada istrinya. Dan aku menceritakan semuanya kepada Musa. Aku juga menyampaikan pesan almarhumah Marni sebelum ia meninggal jika ia meminta maaf karena selama ia menjadi istri, ia tidak menjadi istri yang baik untuk suaminya. Dan Marni juga sangat mencintai Musa. Aku pamit kepada Musa untuk pulang terlebih dahulu.

Sudah tiga hari aku tidak melihat Musa datang bekerja. Dan suatu hari aku melihat ia sedang berjalan sendirian. Keadaannya begitu kacau. Bajunya terlihat dekil dengan rambut yang awut-awutan. Dari tetangganya aku mendengar kabar jika sekarang Musa menjadi orang yang tidak waras.
Inilah akhir kisah cinta kalian, Marni dan Musa. Cinta sejati hanya milik Allah semata.