Selasa, 12 Maret 2013

Pengorbanan Cinta

Aku baru saja bekerja di salah satu kantor yang ada di Medan. Ini adalah pertama kalinya aku bekerja. Di sana aku berjumpa dengan teman baru, Ani dan Maida. Mereka bersahabat karib dan mereka berdua sangat baik padaku. Ani berusia 28 tahun dan Maida berusia 35 tahun. Mereka wanita yang ramah, baik dan cerdas. Namun mereka berdua hingga sekarang masih belum menikah juga. Aku tidak tahu mengapa. Padahal untuk ukuran wanita, menurut ku mereka adalah wanita idaman setiap pria.

Kini setelah aku bekerja selama beberapa bulan di sana, aku menjadi dekat dengan mereka. Mereka seperti kakak bagiku. Terutama Ani. Kami sering mengobrol tentang banyak hal. Namun satu hal, jika membicarakan soal cinta, aku sangat tertutup dengan mereka. Suatu waktu, aku sedang dilanda masalah cinta. Ya, bisa dikatakan cinta telah membuat aku menjadi kehilangan separuh semangat dan keceriaan ku. Ani melihat perubahan pada diriku. Dia bertanya apakah aku sedang ada masalah. Aku hanya menjawab tidak. Namun Ani ternyata tidak mempercayai jawabanku. Ani hanya berkata "kalau punya masalah lebih baik di bagi dengan teman dari pada ditahan sendirian". Cukup lama aku terdiam. Lalu akhirnya aku ingin segera menuangkan segala beban hatiku yang sangat sulit untuk diatasi. Aku menceritakan kisah ku padanya bahwa aku mencintai seorang pria. Pria itu adalah mantan kekasihku. Namun kami harus berpisah sebab ego kami. Dari awal kami pacaran aku memang sudah sangat mencintainya. Lalu kami berpisah tanpa sebab yang pasti dan tanpa kata perpisahan. Hingga akhirnya setelah setahun kami dipertemukan kembali. Pertemuan dua insan yang seperti memiliki perasaan satu sama lain. Percakapan sederhana yang menyimpan kerinduan yang ingin ditumpahkan. Dan airmata kerinduan setelahnya. Aku memendam cinta. Cinta yang seharusnya membawa kebahagiaan namun buat ku ini seperti menggenggam bara. Aku bukanlah untuknya. Dan dia bukanlah untukku. Inilah kenyataannya.

Ani berkata jika aku memang sangat mencintainya mengapa tidak aku ungkapkan padanya tentang perasaan itu, karena memendam perasaan artinya aku telah membuang sebuah kesempatan. Ani tidak mengetahui jika perasaan ini ku ungkapkan maka akan ada hati yang tersakiti. Jika cinta semudah itu, maka semuanya akan mudah pula untukku. Namun cintaku tidaklah segampang yang dia pikirkan. Pria itu, aku sudah banyak mendengar kabar jika ia akan segera menikah. Sungguh menyakitkan mendapat kenyataan bahwa orang yang sangat ku cintai akan segera menikah. Sekarang apa yang harus aku lakukan? Ani memberi ku sedikit motivasi agar aku jangan terlalu percaya dengan kabar burung. Bagaimana aku tidak bisa mempercayainya, sudah terlalu banyak orang yang mengatakannya padaku. Kini haruskah aku mengalah? Jika aku terus maju maka akan ada banyak hati yang tersakiti. Aku menyakiti diriku lebih dalam lagi dan aku juga menyakiti wanita itu. Tahukah Ani, setiap aku ingin melupakan pria itu, maka dia selalu hadir seolah-olah tidak mengizinkan aku untuk melupakannya. Aku sangat tersiksa dengan perasaan ini. Ingin menghindar namun aku tak kuasa. Ingin pergi aku tak mampu. Ingin maju? Aku takut. Akulah orang yang mencintainya dalam diam. Dan hanya mampu menyapanya dalam setiap untaian doa-doaku. Ani, salah kah jika aku menginginkannya? Ani menjawab pertanyaan ku dengan mengatakan jika janur kuning belum terpasang, maka aku boleh memilikinya. Tapi bagaimana dengan wanita itu Ani? Ani hanya menyuruh ku menyerahkan semuanya pada Allah. Terima kasih Ani, kau mau menjadi sahabatku, dan mau mendengar penderitaan ku. Kau memberikan motivasi dan nasihat yang berguna untukku. 

Keesokannya Ani masih mendapatkan aku murung. Dan ia menanyakan apa yang terjadi padaku hari ini? Aku menceritakan pada Ani bahwa aku ingin maju dan melanjutkan cintaku pada pria itu. Namun aku masih ragu. Dan aku sangat takut. Ani penasaran dengan pria yang sangat aku cintai itu. Dia menanyakan padaku siapakah pria itu. Aku menyebutkan sebuah namanya, yaitu Alwi Zakarsy. Ani terlihat kaget mendengar nama itu. Dan aku melihat perubahan pada raut wajahnya. Ada apa Ani? Mengapa kau terlihat kaget? Lama Ani memandang wajah ku, lalu Ani berkata kepadaku bahwa benar jika pria yang aku cintai itu akan segera menikah. Dia mengenal lelaki itu dan juga mengenal wanita itu dengan sangat baik. Dan meminta ku dengan lembut untuk mengalah demi wanita itu. Tapi  mengapa? Bukankah kemarin kau berkata bila aku masih memiliki hak untuk meneruskan cintaku? Ani hanya berkata "Dek, kamu masih muda dan cantik. Pasti akan ada pria lain yang akan sangat mencintaimu dari pada pria itu. Jika kamu meneruskan cintamu dengan dia, maka kau akan menyakiti wanita itu. Dan yang saya tahu wanita itu sangat mencintai pria itu juga". Apa yang Ani katakan kepadaku membuat aku bimbang dan membutuhkan waktu berhari-hari untuk memutuskan kembali apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Baiklah, sepertinya apa yang Ani katakan kepadaku itu benar. Mungkin inilah yang terbaik bagi kami. Aku sadar bahwa akulah orang ketiga diantara mereka. Akulah yang seharusnya mengalah.

Satu bulan telah berlalu. Aku sekarang bisa menerima keadaan. Dengan harapan semoga aku akan mendapatkan lelaki yang lebih baik lagi untukku. Dan aku terus berdoa semoga Allah segera mencarikan lelaki yang terbaik untukku.

Hari Minggu yang cerah namun tak secerah hatiku yang masih kelabu. Hari ini aku libur bekerja. Seluruh keluargaku pergi ke rumah famili yang berada di Binjai. Sepupu ku yang bekerja di perpajakan baru saja tiba dari Aceh. Tinggallah aku seorang diri di rumah. Aku mendengar seperti ada seseorang yang mengetuk pintu. Aku begitu terkejut karena Ani yang datang. Padahal biasanya setiap Ani ingin datang pasti dia akan menelepon terlebih dahulu. Ku persilahkan Ani untuk masuk. Dan kulihat wajah Ani seperti orang yang sedang memiliki beban hati. Ada sejuta tanda tanya di benakku. Apa yang sedang terjadi dengannya? Tiba-tiba Ani berkata kepadaku "Dek, jika pria itu sangat mencintaimu dan dia juga sangat mengharapkan mu apakah kau akan bersamanya lagi?" Aku terheran mendengar pertanyaan ini. Aku lalu menjawabnya "Aku telah mengikhlaskan pria itu dan aku juga tidak mungkin menyakiti hati wanita itu Ani. Semoga mereka berbahagia". Hanya itulah yang bisa ku jawab. Ani tiba-tiba menangis mendengar jawabanku. Ada apa Ani? Apakah gerangan yang menyebabkan kau menangis? Sambil terisak-isak dia berkata, "Dek tahukah kamu siapa wanita itu?" Mendengar Ani bertanya seperti itu perasaan ku menjadi tidak karuan. Sepertinya aku akan mendengar kabar yang sangat tidak menyenangkan. "Tidak", jawabku pelan. Sambil terisak-isak ia melanjutkan perkataannya, "Wanita itu adalah aku".

Seperti ada petir yang menyambar-nyambar ketika aku mendengar Ani memberitahu ku siapakah wanita itu. Aku seperti tidak ingin mempercayai akan apa yang baru saja ku dengar. Air mata ini tak kuasa ku bendung. Ya Allah, kenapa harus dia? Ani adalah sahabatku. Dan jika aku tahu bahwa Ani lah wanita itu maka dari awal aku tidak akan pernah mau jatuh cinta dengan pria itu. Dan aku pasti tidak akan pernah ragu untuk melepaskannya. Betapa jahatnya aku yang mencintai kekasih sahabatku sendiri. Dengan terisak-isak aku langsung memeluk Ani dan meminta maaf padanya. Ternyata akulah orang ketiga yang dahulu pernah dia ceritakan padaku tak berapa lama setelah aku menceritakan cintaku. Ani hanya meminta tolong kepadaku sebagai seorang sahabat untuk benar-benar melepaskan pria itu. "Ani, tanpa kamu minta pun pasti aku akan merelakan dia jika aku tahu wanita itu adalah kamu. Bagaimana mungkin aku tega menyakiti sahabatku sendiri, Ani."

Esok pagi saat sarapan, aku sama sekali tak berselera untuk makan. Di depan keluargaku, ku paksa kan wajah ku seceria mungkin sebagaimana biasanya. Aku tidak ingin mereka tahu mengenai semua ini. Ibuku memulai percakapan. "Ra, tahu kan kalau bang Herman baru datang dari Aceh? Sekarang dia di pindah tugaskan ke Binjai. Jadi kerjanya udah dekat." Aku yang tidak terlalu mempedulikan berita itu hanya merespon dengan "hmmmm enak lah kalau gitu". "Ra, hmmmmm kemarin kok tiba-tiba ibu sama Wak Tini ngomongin tentang perjodohan. Terus Wak Tini bilang gimana kalau Ara kita jodohin sama Herman aja." Aku tersentak sangking kaget nya mendengar berita itu. "Apa buk, Ara sama bang Herman?" Aku disuruh memikirkan tentang perjodohan ini sebab nanti malam Wak Tini sekeluarga mau datang ke rumah ku.

Hari ini aku tidak melihat Ani datang bekerja. Setelah ku tanya kepada Maida ternyata Ani hari ini sedang sakit. Aku mengirimnya pesan singkat namun tak ada balasan sama sekali. Ini membuat aku tidak konsentrasi dalam bekerja. Ditambah lagi masalah perjodohan itu. Apalah yang harus aku lakukan nanti malam? Apakah aku harus menyetujuinya atau malah menolaknya. Selain itu apakah bang Herman akan menyetujui perjodohan ini? Pasti dia dengan tegas akan menolaknya. Aku berpikir dan terus berpikir, hingga akhirnya aku sudah membuat keputusan untuk nanti malam. Aku akan menolaknya juga.

Malam yang sangat berat bagiku. Wak Tini sekeluarga sudah tiba di rumahku. Bang Herman juga datang. Dan dia menyapa ku dengan sangat ramah sekali. Memang sudah lama sekali aku tidak berjumpa dengannya. Karena setiap kali dia pulang ke Medan, aku tidak pernah datang ke rumahnya. Sebab jarak antara rumah kami itu sangat jauh. Butuh waktu dua jam perjalanan.

Kami semua telah berkumpul di ruang tamu. Dengan panjang lebar mereka berbicara dan menyampaikan maksud kedatangan mereka. Kini tibalah saat yang menegangkan yaitu persetujuan kami berdua. Bang Herman lah yang pertama sekali berbicara. Dan dia menyetujuinya. Dia berkata bahwa sebenarnya dia lah yang pertama sekali mengusulkan tentang ini. Dia sudah lama sekali memendam perasaan padaku. Aku terkejut sekali mendengar bahwa dia menyetujuinya dan dia juga memendam perasaannya padaku. Bahkan aku kira dia lah yang paling depan menolak. Dia juga berkata bahwa kedatangan mereka bukan hanya untuk perjodohan, namun mereka datang untuk melamar ku. Perkataannya membuat ku terharu dan ingin menangis. Namun ku tahan. Tiba-tiba seperti ada perasaan yang menyeruak di hatiku dan aku tidak tahu perasaan apakah ini. Hatiku bergetar mendengar pengakuan dan perkataannya. Sekarang mereka semua menanti keputusanku. Dan aku memutuskan untuk menerima lamaran nya. Mereka semua sangat bahagia mendengar keputusanku. Wak Tini menyarankan agar kami segera menikah saja. Dan kami akan menikah bulan depan. Aku ingin sekali memberitahu berita gembira ini pada Ani. Aku menghubungi nya namun nomor hp Ani tidak aktif. Aku ingin mengirimkan pesan, tapi setelah ku pikir-pikir lebih baik aku memberitahu dia besok secara langsung saja.

Satu hari, dua hari telah berlalu, kini sudah memasuki seminggu, namun Ani masih belum masuk kerja juga. Setiap aku hubungi tidak pernah aktif. Ada apa sebenarnya dengan Ani. Esoknya ku dapati kabar bahwa Ani mengundurkan diri. Setelah ku tanya mengenai kebenaran berita itu dengan Maida, ternyata kabar itu benar. Dan Ani telah pergi keluar kota. Maida memberikan sebuah surat untuk ku. Sebuah surat dari Ani.

Untuk Ara sahabatku terkasih,
"Ara, saat kamu membaca surat ini maka aku sudah berada di perjalanan menuju sebuah kota di mana aku akan memperoleh ketenangan hati. Maafkan lah aku yang tidak bisa menjadi sahabat yang baik untukmu. Bahkan aku belum pernah mengucapkan terima kasih padamu karena kau telah menjadi sahabat yang sangat baik untukku. Aku juga tidak pernah mengucapkan terima kasih karena kamu dengan ikhlas melepaskan orang yang paling kamu cintai demi aku. Dan kau juga telah mengalah demi aku. Bagaimana aku membalas segala kebaikanmu, sahabatku?
Ra, aku tahu, kamu masih sangat menyayangi dia. Dan aku begitu terharu karena kamu rela melepaskan dia demi aku. Awalnya aku kira semua akan baik-baik saja setelah kamu melepaskannya. Namun nyatanya tidak. Kamu pernah bercerita kepadaku jika dia tidak menyayangimu. Itu semua tidak benar Ara. Dia masih sangat menyayangimu dan akan terus menyayangimu. Kalian adalah orang terbodoh yang pernah ku temui. Kalian saling mencintai. Dan sebenarnya kalian saling mengetahui perasaan kalian satu sama lain kan? Namun mengapa kalian selalu memendam rasa itu? Kalian begitu bodoh! Menyia-nyiakan cinta kalian hanya demi aku. 
Ra, kamu juga pernah bilang kalau kamu adalah orang ketiga diantara kami. Namun jika aku lihat, ternyata aku lah yang menjadi orang ketiga diantara kalian. Aku lah orang yang menghalangi cinta kalian. Bagaimana mungkin aku dapat melanjutkan hubungan ini ke jenjang pernikahan sementara yang ada di hatinya adalah kamu? Aku tidak ingin menjadi bayang-bayangmu, Ara. Aku sakit bila harus kehilangan dia. Namun aku akan lebih sakit lagi jika akhirnya kami menikah namun tanpa adanya cinta dari dia. Memang benar secara nyata aku telah memilikinya. Namun tidak hatinya. Aku merasa sangat tersiksa dengan keadaan seperti ini. Maka akhirnya aku memutuskan untuk pergi. Aku  ingin bahagia. Dan sekarang aku merasa lega bisa melepaskannya. Aku berharap kalian bisa berbahagia dan melanjutkan renda kasih kalian yang sempat terputus. Bersatu lah kembali dengan dia, Ra. Rajut lah cinta kalian dengan benang kasih sayang selamanya. Aku rela."

Membaca surat itu menetes lah airmata ku. Ani, mengapa kau meninggalkanku dengan keadaan seperti ini? Padahal aku baru saja akan cerita kepadamu bahwa tak lama lagi aku akan menikah. Aku ingin memberitahu mu kabar gembira itu, malah kau memberi ku kabar sedih ini dan kau malah meminta ku untuk kembali padanya. Sudah terlambat Ani. Aku tidak akan pernah bisa kembali padanya. Ada sebuah janji yang harus ku tepati. 

3 komentar:

  1. jadi kk gak jadi bersatu dengan orang yang kk sayangi itu ya,?

    BalasHapus
  2. Lucky Club Casino Site Review 2021
    Read our complete Lucky Club Casino review 2021, get your free bonus now and see luckyclub what this site has to offer! We were wondering what's the difference between playing slots and

    BalasHapus